Ayam ras petelur termasuk salah satu jenis unggas yang memiliki nilai komersial yang tinggi. Ayam ras petelur khusus dibudidayakan untuk produksi telur. Untuk mernenuhi kebutuhan konsumen, ayam yang diternakkan harus berkualitas tinggi dengan kuantitas tetap dan berkesinambungan. Hal ini hanya akan terpenuhi jika ayam yang dipelihara berasal dari bibit unggul, diberi pakan yang cukup dan kandang yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Wednesday, June 17, 2015

TIPE KANDANG AYAM PETELUR

Kandang dan perkandangan tidak hanya penting diperhatikan oleh peternak ayam pedaging. Bagi peternak unggas lainnya, kandang juga merupakan faktor penting dalam sukses tidaknya usaha ternak unggas tersebut termasuk aya


Pada lahan seluas 1 hektar atau 10.000 m² idealnya memuat populasi 20.000-25.000 ekor. Kandang pembesaran yang ideal berukuran panjang 40 m dan lebar 5 m. Kandang yang tidak terlalu lebar sangat berguna untuk kebutuhan ayam dalam hal ini kenyamanannya. Hal ini disebabkan semakin lebar kandang maka ayam akan sulit mendapatkan udara segar karena sirkulasi atau pergerakan udara yang lambat. Kandang type postal seluas 200 m² (40 x 5 m) cukup optimal untuk memelihara pullet sejumlah 1600 ekor hingga berumur 112 hari. Sementara itu, kandang batre yang berukuran sama bisa memuat sekitar 2500 ekor pullet (bisa lebih hemat tempat sekitar 150%).

Berdasarkan tipe lantai (postal), kandang terbagi 2 yaitu tipe lantai tanah atau disemen (litter) dan kandang panggung (slat). Pemilihan lantai kandang sebaiknya memperhatikan periode umur ayam. Berikut ini anjuran tentang pemakaian tipe kandang.
1. Masa starter (0-5 minggu) Menggunakan kandang Litter
2. Masa grower (5-10 minggu) dapat menggunakan kandang litter akan tetapi lebih baik menggunakan kandang batre (bisa dari bahan kawat atau bamboo) supaya pertumbuhan ayam lebih seragam.
3. Masa developer (10-16 minggu) lebih baik menggunakan kandang batre
4. Masa layer atau produksi (diatas 16 minggu) menggunakan kandang batre
Sedangkan kepadatan kandang yang disarankan untuk masa starter-developer untuk type lantai yang menggunakan litter sebagai berikut.
1. Umur 0-7 hari = 40 ekor/m2
2. Umur 8-14 hr =30 ekor/m2
3. Umur 15-28 hr =20 ekor/m2
4. Umur 29-112 hr atau lebih = sebaiknya 6-8 ekor/m2

Pullet yang berumur 91-112 hr sudah dapat dipindahkan ke dalam kandang batre petelur. 1 kandang batre bisa diisi 1 sampai 2 ekor. Dari pengalaman lapangan sebaiknya 1 kandang batre diisi 1 ekor. Pembuatan kandang dengan jumlah yang banyak tentu membutuhkan jumlah yang besar. Namun biaya tersebut bisa tertutup karena dengan perlakuan seperti ii maka produktifitasnya akan lebih baik, yakni 2-6% dibandingkan 1 kandang yang berisi 2 ekor. Disamping itu, tingkat kanibalisme ayam yang menyebabkan kemaian dan afkir ayam yang tidak diperlukan dapat ditekan. Kandang batre yang idela adalah berukuran panjang 120 cm, lebar 55 cm dan tinggi 27-32 cm. kandang berukuran seperti ini dapat memuat 6 ekor ayam petelur. Kadnang batre bisa berukuran sebagai berikut:
1. Batre untuk masa grower berukuran 120 x 35 x 32 cm dapat memuat 12 ekor ayam
2. Batre untuk masa layer berukuran lebar 120 x panjang 55 x tinggi depan 32 cm x tinggi belakang 27 cm dapat memuat 6 ekor ayam

Kandang ayam petelur juga dibagi menjadi dua yaitu kandang terbuka dan kandang tertutup. Kita yang tinggal di Indonesia harus bersyukur karena iklimnya lebih menguntungkan disbanding negara barat. Dengan type kandang terbuka, produktifitas aym petelur di Indonesia sudah bisa optimal karena intensitas cahayanya cukup dan temperature udara relative stabil, infestasi pembayatn kandang terbuka lebih murah jika dibandingakan dengan kandang tertutup.

Tipe kandang terbuka
Type kandang terbuka yang dapat kita temui pada peternakan ayam petelur di Indonesia umumnya ada 3 bentuk, yaitu type V , type AA dan type W. kandang type V biasanya berisi 4 atau 6 lajur / kandang. Type AA berisi 8 lajur/kandang dan type W berisi 8 lajur/ kandang
Kelebihan type V berisi 4 lajur adalah sirkulasi udara lebih lancar, intensitas cahaya matahari yang masuk lebih optimal dan produksi telur lebih baik. Kelemahannya, populasi ayam kurang maksimal dibandingkan tipe V berisi 6 lajur.


Dikandang tipe V berisi 6 lajur, sirkulasi dan intensitas cahaya matahari cukup baik tapi kandang tersebut mudah rusak. Selain itu, penanganan managemennya seperti pemberian pakan , minum serta vaksinasi lebih sulit dikerjakan karena batre lajur atas sulit dijangkau. Karenanya karyawan yang bekerja dikandang harus menginjak kandang lajur bawah untuk memberi makan kandang lajur atas.


Kandang tipe AA yang berisi 8 lajur memuat populasi lebih banyak dan intensitas cahaya matahari yang masuk cukup baik.


Kandang tipe W juga bisa memuat populasi lebih banyak tetapi sirkulasi udara di lajur bagian tengah kurang baik. Karena itu, kotoran ayam lebih lama mongering disbanding ayam tipe V, sehingga kandungan amoniak cukup tinggi akibatnya pernafasan ayam terganggu dan mempengaruhi produksi telur.


Tipe kandang tertutup
Menurut Ahmadi, Manajer Layer Development PT Charoen Pokphand Indonesia wilayah Jawa Timur, Indonesia kehilangan potensi produksi telur 270 ribu ton karena performa layer (ayam petelur) yang rendah. Angka itu estimasi dari melesetnya produksi riil layer yang hanya tercapai 19 kg/ekor/tahun (60 minggu produktif). Angka ini jauh di bawah target produksi yang tercantum dalam buku manual strain, sebesar 22,1 kg/ekor/tahun atau 351 butir/ekor/tahu (setara hen house 96%). Sistem closed house pada budidaya layer akan mampu memperbaiki produksi telur 2 kg/ekor/tahun. FCR (Feed Convertion Ratio/rasio konversi pakan) yang idealnya 2,14 dengan total konsumsi pakan 47,3 kg/ekor/tahun, membengkak jadi 2,35 (atau lebih) dengan total konsumsi pakan 44,6 kg/ekor/tahun. Pada kandang tertutup, menurut Ahmadi, FCR mampu di angka 2,2.

Ahmadi menyatakan, dari data di atas masih ada 14% peluang performa yang bisa diusahakan sebagai potensi keuntungan untuk peternak. Potensi itu bisa diubah menjadi performa produksi dengan cara memperbaiki sistem pemeliharaan. “Logika sederhananya, jika ayam dipenuhi kebutuhannya di tempat nyaman, maka ia bisa digenjot untuk berproduksi optimal mendekati potensi genetiknya,”tandasnya. Tak ada cara lain untuk memberikan kenyamanan, keamanan, dan kemudahan manajemen kesehatan kecuali dengan closed house.
Selain produktivitas ayam, efisiensi luas kandang meningkat. Ahmadi menyebut, pen baterai berukuran 1,2 m2 pada kandang terbuka hanya mampu diisi 6 – 8 ekor layer dengan fasilitas 6 titik nipple drinker. Sementara di kandang tertutup, baterai ini bisa diisi 12 ekor layer, namun cukup diberi 4 titik nipple saja.

Di sisi lain, genetik ayam semakin menuntut kestabilan kondisi lingkungan agar potensi genetiknya bisa terekspresi maksimal. Secara teoritis kondisi nyaman bagi ayam ada pada suhu 20°C - 27°C dan kelembaban relatif 40% - 60%. Jika suhu melebihi 30°C maka ayam akan menunjukkan gejala stres karena panas dengan tanda nafas terengah hingga 200 kali per menit. 
Di Indonesia, kelembaban udara rata-rata 70% - 80%. Kelembaban yang tinggi, dibarengi suhu lingkungan mendekati suhu tubuh ayam menyebabkan ayam sulit membuang panas tubuhnya. Karena selisih tekanan uap air di dalam tubuh dan di luar tubuh hampir seimbang, uap air di dalam tubuh ayam tak mudah keluar dari tubuh. Padahal, uap air merupakan salah satu media pembuang panas yang efektif. Akibatnya, ayam harus bernafas lebih cepat untuk mengeluarkan uap air dari tubuhnya. Alih-alih nafas yang terengah-engah itu membantu membuang panas tubuh, kompensasi ini justru membuat energi terbuang percuma, sehingga mengganggu pertumbuhan ayam.

disnak.jatimprov.go.id

Vitamin, Sedikit Pemakaiannnya Besar Pengaruhnya

Pemberian suplemen vitamin bagi ayam di suatu peternakan sudah menjadi hal yang wajib, bahkan terprogram secara rutin. Tapi jika peternak ditanya mengapa mereka memberikan vitamin pada ayamnya, maka alasannya pun beragam. Ada yang sekadar memenuhi “program” manajemen pemeliharaan yang disusun oleh kelompok inti (bagi plasma kemitraan). Ada pula yang memberikan alasan kuat, yaitu karena tingkat stres lingkungan sedang tinggi.

Mengenai kebutuhan vitamin bagi ayam, sebenarnya pakan jadi yang dijual di pasaran sudah ditambahkan vitamin oleh pihak pabrik pakan sesuai standar kebutuhan vitamin masing-masing ayam. Akan tetapi, mengandalkan asupan vitamin hanya dari pakan saja ternyata tidak cukup, sehingga peternak kadang masih perlu menambahkan vitamin lewat air minum. Sebelum membahas apa alasannya, berikut kami berikan penjelasan terlebih dahulu mengenai peran vitamin secara umum.


Jenis-jenis Vitamin

Vitamin dibutuhkan ayam dalam jumlah sedikit, namun memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap metabolisme. Berdasarkan kelarutannya, vitamin terbagi menjadi 2, yaitu vitamin larut dalam lemak (vitamin A, D, E dan K) dan vitamin larut dalam air (vitamin B kompleks dan vitamin C). Vitamin larut lemak bisa dideposisi/disimpan dalam tubuh jika terjadi kelebihan asupan. Sedangkan kelebihan vitamin larut air akan dibuang melalui feses/kotoran.

Meskipun kelebihan vitamin larut lemak bisa disimpan di dalam tubuh, namun ketersediaannya dalam pakan tetap harus tercukupi. Sebab jika terjadi kekurangan, untuk merombak kembali vitamin tersebut agar bisa digunakan oleh tubuh, dibutuhkan energi dan waktu yang lama.

Secara umum, peranan vitamin dalam tubuh ayam di antaranya:

Vitamin A berfungsi dalam proses pertumbuhan, stabilitas jaringan epitel pada membran mukosa saluran pencernaan, pernapasan, saluran reproduksi, serta mengoptimalkan indera penglihatan.

Vitamin B kompleks (vitamin B1 sampai B12) berfungsi sebagai koenzim dan membantu berbagai proses metabolisme nutrisi, mulai dari karbohidrat, protein dan lemak.

Vitamin C berfungsi dalam metabolisme sel dan sebagai anti oksidan.

Vitamin D menjaga rasio level kalsium dan fosfor dalam darah. Rasio ini mempengaruhi pembentukan kerangka normal, kekerasan paruh dan cakar serta kekuatan kerabang telur yang terbentuk.

Vitamin E untuk meningkatkan fertilitas, menjaga agar pertumbuhan embrio normal, dan sebagai antioksidan.

Vitamin K berfungsi dalam pembentukan protrombin yang nantinya digunakan untuk pengaturan proses pembekuan darah.



Kebutuhan Vitamin

Seperti telah dijelaskan di awal bahwa vitamin merupakan nutrien mikro yang biasanya sudah ada di dalam pakan ayam. Seorang ahli nutrisi (nutrisionis, red) dari pabrik pakan akan menghitung ketersediaan vitamin dalam pakan yang disusunnya setelah semua nutrien utama terpenuhi kebutuhannya.

Dahulu, nutrisionis memenuhi kebutuhan vitamin dalam pakan menggunakan standar nutrient requirement yang dikeluarkan oleh NRC (National Research Council), sebuah lembaga riset nasional dari Amerika, ataupun ARC (Agricultural Research Council) dari Inggris. Namun saat ini standar tersebut tidak menjadi nilai mutlak sebagai satu-satunya yang harus dipenuhi. Pasalnya, jika dibandingkan dengan standar kebutuhan vitamin yang dikeluarkan NRC itu, level vitamin yang secara nyata dibutuhkan ayam jauh lebih tinggi nilainya.

Standar yang dikeluarkan NRC merupakan kebutuhan vitamin pada kondisi normal, dimana semua parameter seperti suhu lingkungan dan kesehatan ayam masih terkontrol dengan baik. Pemberian vitamin ini hanya bertujuan mencukupi kebutuhan pokok ayam. Sementara kondisi di lapangan tidaklah demikian, berubah-ubah, sehingga level pemberian vitamin pun harus ditingkatkan untuk mengimbangi perkembangan tantangan kondisi lingkungan yang tak sebagus di laboratorium, stres manajemen, penyakit, serta kondisi lainnya.


Vitamin Mudah Rusak

Pada berbagai publikasi ilmiah terapan, Steve Leeson (2010) menyatakan bahwa vitamin dalam pakan (bahan baku pakan, pakan jadi, maupun premiks vitamin) bisa rusak dan menurun kadarnya akibat faktor penyimpanan, kelembaban, dan pH yang tidak sesuai, serta oleh proses pemanasan dan interaksi dengan senyawa logam. Menyadari risiko tersebut, sebaiknya premiks vitamin atau pakan disimpan pada suhu 25ÂșC, kelembaban 70%, serta terhindar dari sinar matahari langsung.

Di tingkat pabrik pakan, kerusakan vitamin karena proses pemanasan dengan suhu tinggi sudah bisa diatasi melalui aplikasi teknologi coating (pembungkusan) dan beadled (perlindungan berlapis) menggunakan bahan kimia tertentu sebelum premiks vitamin tersebut diproses. Bahan kimia yang digunakan pun sudah diteliti tidak akan menggangu pencernaan karena bisa larut oleh asam lambung.



Defisiensi Vitamin

Karena vitamin bersifat mudah rusak, maka sulit bagi kita menjamin bahwa kadarnya akan stabil dalam pakan, terlebih jika pakan menjalani proses pengangkutan yang cukup jauh atau penyimpanannya tidak sesuai. Apabila terjadi kekurangan vitamin pada ayam, maka gejala kekurangan/ defisiensi vitamin pun kadangkala akan muncul. Beberapa gejala defisiensi vitamin ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Salah satu contohnya, pada kasus defisiensi vitamin B kompleks bisa terjadi penurunan fungsi saraf, metabolisme energi, pertumbuhan dan produksi, sebab vitamin B kompleks merupakan grup pembentuk ko-enzim.

Sementara gejala defisiensi vitamin C pada ayam sangat jarang terjadi sebab ayam memiliki enzim l-glukolaktone oksidase yang berfungsi mensistesis vitamin C (asam askorbat) dari glukosa. Suplementasi vitamin C diperlukan pada saat tertentu, terutama saat kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban) tiba-tiba berubah atau stres akibat perlakuan (vaksinasi, pindah kandang, ganti ransum, dll), karena proses sintesis vitamin C tidak secepat perubahan lingkungan yang terjadi.

Meski demikian, jangan terlalu sering memberikan vitamin C murni dalam dosis tinggi pada ayam. Hal tersebut merupakan pemborosan karena kelebihannya oleh tubuh akan dibuang. Lebih dari itu, pada layer, pembuangan kelebihan vitamin B dan C yang terjadi secara terus-menerus akan membebani ginjal karena masa produksi layerlebih panjang.


Vitamin Bisa Meracuni

Dampak negatif vitamin tidak hanya muncul bila terdapat defisiensi. Vitamin juga memiliki efek toksik jika pemberiannya berlebihan. Contohnya, jika pemberian vitamin A dilakukan secara berlebihan, 4 – 10 kali lipat dari kebutuhan normal, maka unggas akan mengalami keracunan.

Peternak juga harus memperhatikan pemberian vitamin fat soluble (larut lemak), karena memiliki ambang toksisitas (level ambang batas meracuni) lebih rendah dibanding vitamin larut air. Jika dibandingkan dengan vitamin A, E dan K, ambang toksisitas paling rendah adalah vitamin D. Ambang toksisitas vitamin larut air jika dibandingkan vitamin larut lemak jauh lebih tinggi karena bisa dibuang oleh tubuh.

Kasus kelebihan vitamin, misalnya kelebihan vitamin D pada unggas akan menimbulkan gejala klinis berupa kotoran berwarna putih karena terjadi proses pengapuran tulang diiringi penurunan konsumsi pakan. Sementara itu, keracunan vitamin A dapat menyebabkan kerusakan hati.

Di lapangan sendiri, kasus keracunan vitamin bisa terjadi jika dosis pemberian vitamin menyalahi aturan dan pencampurannya ke dalam pakan tidak merata. Hal ini sangat berisiko terjadi pada peternak layer self mixing(memformulasikan sendiri pakannya).


Aplikasi Pemberian Vitamin

Seperti telah dijelaskan di awal bahwa saat ayam stres atau mengalami penurunan nafsu makan, peternak perlu menambahkan suplemen vitamin melalui air minum. Jenis vitamin yang harus diberikan tergatung pada masa pertumbuhan ayam dan tingkat stres yang muncul. Berikut contoh program pemberian vitamin yang bisa diaplikasikan di farm broiler (Tabel 3):

- Secara teknis, sesaat setelah DOC datang ke kandang (chick in), selain air gula, peternak juga perlu memberikan larutan vitamin dengan kandungan vitamin B dan C yang cukup tinggi untuk membantu proses awal metabolisme serta mengatasi stres perjalanan. Contohnya, dengan memberikan Vita Chicks atau Strong n Fit. Di dalam Vita Chicks, selain vitamin juga terkandung antibiotik bacitracin MD yang bekerja menghancurkan bakteri patogen dalam saluran pencernaan anak ayam sehingga mampu meningkatkan penyerapan nutrisi sejak awal pemeliharaan. Sedangkan Strong n Fit mengandung L-cartinin yang membantu penyerapan kuning telur sehingga penyerapan nutrisi dari kuning telur berjalan lebih baik dan transfer kekebalan dari induk lebih optimal.

- Memasuki minggu ke-II hingga ke-III, berikan vitamin dengan kandungan vitamin B dan C cukup tinggi, namun di lengkapi pula dengan asam amino. Tujuannya untuk memaksimalkan pertumbuhan berat badan melalui pemanfaatan vitamin serta asam amino. Kita tahu bahwa kebutuhan asam amino ayam umur muda untuk pembelahan dan perkembangan sel tubuh jauh lebih tinggi dibanding ayam tua (fase finisher, red). Contoh produk vitamin yang bisa diberikan adalah Broiler Vita atau Solvit.

- Khusus pada saat-saat tertentu dimana cekaman stres agak tinggi, misalnya ketika menjelang dan setelah pelebaran sekat kandang, turun sekam, lepas pemanas, sebelum dan sesudah vaksinasi, berikan vitamin B dan C dosis tinggi. Contohnya, Fortevit atau Vita Stress yang mampu mengatasi stres serta meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap cekaman stres yang muncul.

- Setelah memasuki minggu ke-IV hingga panen, vitamin tambahan seperti Neobro, Strong n Fit atau Solvitmasih perlu diberikan terutama untuk memaksimalkan metabolisme lemak menjadi energi dan deposisi daging.

Program pemberian vitamin ayam layer pada periode starter hampir sama dengan broiler, namun ketika masuk periode grower dan layer, akan lebih rumit jadwalnya. Umur pemeliharaan yang panjang serta program vaksinasi yang kompleks juga menyebabkan layer lebih sering mengalami stres dibanding broiler.

Menurut McDowell (1989), kebutuhan vitamin antara ayam broiler dan layer periode produksi, sangatlah berbeda sesuai dengan fungsi metabolisme dan target produksinya. Pada broiler, nutrisi difokuskan untuk pembentukan otot daging dan lemak. Sedangkan pada layer, selain untuk pertumbuhan bobot badan, nutrisi juga digunakan untuk proses reproduksi serta pembentukan telur. Karena perbedaan target itulah maka ayam layerbiasanya membutuhkan vitamin lebih tinggi dibanding broiler. Contoh program pemberian vitamin pada ayam layerkami tampilkan pada Tabel 4.

Dari seluruh bahasan di atas bisa disimpulkan bahwa vitamin merupakan salah satu nutrisi mikro yang berperan penting bagi proses metabolisme tubuh. Oleh karena itu, jangan biarkan ayam mengalami kasus defisiensi vitamin. Lakukan tindakan suplementasi vitamin sekarang juga. Salam.

(http://info.medion.co.id).



FAQs Vaksin

Bagaimana pemilihan antibiotik yang tepat?

Jawab :

Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan penyebab penyakit, lokasi infeksi (target organ) maupun spektrum kerja antibiotik. Pilih antibiotik yang diberikan melalui air minum untuk kondisi penyakit yang ringan. Sedangkan saat kondisi penyakit yang parah dan perlu diatasi segera gunakan antibiotik yang diberikan melalui injeksi.

Perhatikan juga catatan pengobatan yang pernah digunakan di farm itu, jika antibiotik dari suatu golongan terlalu sering digunakan, misal 3-4 x pemakaian, pilih antibiotik dari golongan lain agar tidak resisteni.


Bagaimana waktu pemberian antibiotik melalui air minum yang tepat ?

Jawab :

Waktu pemberian antibiotik yang paling ideal adalah selama 24 jam. Tujuannya ialah agar antibiotik senantiasa tersedia dalam tubuh ayam dan dapat membasmi bakteri dengan baik. Namun karena saat malam hari kita tidak bisa memastikan antibiotik terkonsumsi oleh ayam, maka minimal antibiotik diberikan pagi hingga sore (12 jam) dengan cara dibagi menjadi dua bagian yaitu pagi-siang dan siang-sore. Melalui dua kali pemberian ini maka stabilitas antibiotik di dalam air minum tetap terjaga, karena antibiotik sensitif terhadap udara, panas dan cahaya matahari.

Contohnya : Jika konsumsi air minum ayam sehari 1.000 liter, maka Amoxitin yang diperlukan adalah 500 gram. Cara pemberian : 250 gram Amoxitin dilarutkan dalam 400 liter air minum untuk pagi-siang dan sisa Amoxitin sebanyak 250 gram dilarutkan lagi dalam 400 liter untuk siang-sore hari. Sisa air minum sebanyak 200 ml bisa diberikan untuk malam-pagi hari tanpa ditambahkan obat. Pastikan obat habis terkonsumsi dalam rentang waktu tersebut. Jika obat tidak habis terkonsumsi, misalkan karena cuaca dingin sehingga konsumsi air minum menurun, kita dapat menurunkan jumlah air minum pada keesokan harinya. Misalnya menjadi : 250 gram Amoxitin dilarutkan dalam 300 liter air minum untuk pagi-siang dan sisaAmoxitin (250 gram) dilarutkan lagi dalam 300 liter untuk siang-sore hari.


Apa syarat kombinasi antibiotik ?

Jawab :

Syarat kombinasi ialah dapat tercam-pur secara fisik, kimia dan farmakologi.


Tercampur secara fisik : kedua antibiotik dapat tercampur homogen


Tercampur secara kimia : saat antibiotik dicampurkan tidak terjadi reaksi kimia yang merugikan diantara keduanya, yang biasanya ditandai dengan perubahan seperti adanya warna yang berbeda dari kedua warna produk, adanya endapan atau terbentuknya gas


Tercampur secara farmakologi : tidak terjadi interaksi antara kedua antibiotik yang menyebabkan turunnya potensi atau meningkatnya efek samping/toksisitas antibiotik


Dua antibiotik bisa dikombinasikan jika mempunyai sifat yang sama yaitu bakterisid-bakterisid atau bakteriostatik-bakteriostatik. Misalnya doxycycline-tylosin (Doxyvet-Tysinol) diperbolehkan karena bakteriostatik dengan bakteriostatik, doxycycline-sulfadimidin (Doxyvet-Sulfamix) diperbolehkan karena sama-sama bakteristatik dan enrofloxacin-gentamicin (Neo Meditril-Gentamin) diperbolehkan karena keduanya bakterisid.

Jika mempunyai sifat kerja yang berlawanan (bakterisid-bakteriostatik) maka antibiotik tidak boleh dikombinasikan. Contohnya seperti enrofloxacin-doxycycline (Neo Meditril - Doxyvet) tidak diperbolehkan karena bakterisid dengan bakteriostatik dan norfloxacin - sulfadimidine (Meditril - Sulfamix) tidak diperbolehkan karena bakterisid dengan bakteriostatik.

Sebagai pengecualian, kombinasi antibiotik dengan sifat kerja yang berlawanan (bakterisid - bakteriostatik) diperbolehkan jika lokasi kerjanya berbeda. Misalnya kombinasi doxycycline - colistin yang ada dalam Doxyvet diperbolehkan meskipun mempunyai sifat kerja yang berbeda, yaitu bakterisid dengan bakteriostatik, tetapi lokasi kerjanya berbeda. Colistin bekerja di saluran pencernaan sedangkan doxycycline bekerja secara sistemik.

Sesama antibiotik dari golongan aminoglikosida sebaiknya tidak dikombinasikan karena dapat meningkatkan toksisitas obat. Sebaiknya hindari kombinasi antibiotik dari golongan yang sama, karena sama dengan meningkatkan dosis dan toksisitas dari antibiotik tersebut.

Kombinasi antibiotik sebaiknya dilakukan jika diperlukan saja dan jumlah antibiotik yang dikombinasikan tidak lebih dari 3 antibiotik. Sebagian besar produk Medion sudah dalam bentuk kombinasi sehingga Saudara bisa memakai produk yang sudah ada.



Jika kombinasi dua antibiotik diperbolehkan, berapa dosis yang harus diberikan, apakah dikurangi atau tetap?

Jawab :

Untuk kombinasi obat yang diperbolehkan, dosis pemberiannya disesuaikan dengan aturan pakai masing-masing obat, tidak boleh dikurangi. Misalnya kombinasi Doxyvet dan Tysinol maka Doxyvetdiberikan melalui air minum 2 g tiap liter air minum dan Tysinol disuntikkan 0,5-1 ml/kg berat badan. Kombinasi Doxyvet dan Sulfamix : Doxyvet diberikan melalui air minum 2 g tiap liter air minum danSulfamix 3 ml tiap 0,5 liter air minum sehingga per 1 liter air minum terdapat 2 g Doxyvet dan 6 ml Sulfamix.



Bagaimana dengan kombinasi atau pencampuran antibiotik dengan vitamin, apakah diperbolehkan?

Jawab :

Pada umumnya antibiotik tidak masalah diberikan bersama dengan vitamin, kecuali saat pengobatan dengan golongan sulfonamida sebaiknya hindari pemberian supplement berupa vitamin B atau asam amino karena dapat mempengaruhi kinerja antibiotik tersebut. Berikan vitamin B atau asam amino setelah pemberian antibiotik tersebut berakhir.



Bagaimana dengan kombinasi atau pencampuran antara antibiotik dengan mineral, apakah diperbolehkan ?

Jawab :

Golongan antibiotik yang tidak boleh dikombinasikan dengan mineral (Ca2+, Mg2+, Al3+) yaitu tetracycline dan fluoroquinolon. Kombinasi mineral tersebut dapat mengganggu proses penyerapan antibiotik di saluran pencernaan. Mineral dapat diberikan melalui air minum jika antibiotiknya tidak diberikan melalui oral (misal disuntikkan). Jika keduanya diberikan melalui oral, maka waktu pemberiannya dibedakan, misalkan antibiotik diberikan pagi-sore sedangkan mineral diberikan pada malam harinya.




Air minum yang diberikan desinfektan, apakah boleh digunakan untuk melarutkan antibiotik ?

Jawab :

Air yang mengandung desinfektan jangan digunakan untuk melarutkan antibiotik maupun vitamin, karena desinfektan bersifat mudah bereaksi dengan bahan lain. Desinfektan dengan kandungan zat aktif berupa iodine atau klorin dapat mengoksidasi antibiotik atau vitamin sedangkan desinfektan yang mengandung amonium quarterner seperti benzalkonium chloride dapat mengendapkan sulfonamida. Air minum bisa digunakan untuk melarutkan antibiotik atau vitamin jika desinfektannya sudah hilang. Air minum yang telah diberi kaporit, setelah didiamkan minimal 8 jam, klorin akan terurai sehingga air bisa digunakan untuk melarutkan antibiotik atau vitamin.



Apakah pH air dapat berpengaruh terhadap antibiotik yang diberikan melalui air minum ?

Jawab :

pH air yang tidak sesuai persyaratan (syarat : 5-8) dapat berpengaruh terhadap antibiotik. Air yang asam (pH < 5) dapat menyebabkan sulfonamida dan penisilin mengendap sedangkan air yang basa (pH > 8) bisa menyebabkan pengendapan tetracycline, colistin dan trimethoprim.




Apakah air gula bisa dicampur dengan antibiotik seperti pada saat treatment penyakit Gumboro ?

Jawab :

Pencampuran antibiotik maupun vitamin dalam air gula boleh dilakukan karena tidak menimbulkan interaksi yang merugikan.

(http://info.medion.co.id).

Reaksi Post Vaksinasi

Vaksinasi merupakan upaya menstimulasi pembentukan titer antibodi yang protektif (mampu melindungi ayam dari serangan penyakit, red). Caranya dengan “memasukkan” sejumlah mikroorganisme, baik virus atau bakteri yang telah dilemahkan atau dimatikan (yang lebih kita kenal sebagai vaksin) dengan dosis yang terukur.

Aplikasi vaksinasi ini dibedakan berdasarkan sediaan vaksin. Vaksin inaktif yang biasanya berbentuk suspensi atau emulsi diberikan dengan cara suntikan subkutan (leher) maupun intramuskuler (dada, paha). Sedangkan untuk vaksin aktif, yang berisi mikroorganisme hidup yang dilemahkan, biasanya diberikan melalui air minum, cekok, tetes mata, tetes hidung, spray dan juga suntikan. Jika diaplikasikan secara tepat vaksin akan mampu menstimulasi pembentukan titer antibodi secara protektif (melindungi) dalam waktu 2-3 minggu pada vaksin aktif atau 3-4 minggu pada vaksin inaktif.

Adakalanya ditemukan gejala ngorok setelah pemberian vaksin pernapasan, seperti ND atau IB. Hal ini tentu akan menimbulkan pertanyaan dalam diri kita, apakah vaksinasi yang diberikan menyebabkan outbreak? Atau mungkin terjadi infeksi sekunder oleh Mycoplasma gallisepticum? Ataukah malah gejala itu merupakan gejala normal?


Wajar, Reaksi Vaksinasi Muncul

Setelah “diinfeksikan” ke dalam tubuh ayam, vaksin akan langsung bekerja menggertak sistem kekebalan tubuh ayam untuk memproduksi titer antibodi. Mekanismenya pun berbeda antara vaksin aktif dan inaktif. Saat vaksin aktif berada dalam tubuh, virus vaksin akan bermultiplikasi (memperbanyak diri) terlebih dahulu sebelum menuju ke organ limfoid. Nah, pada saat proses multiplikasi inilah biasanya akan muncul reaksi post vaksinasi.



Leleran (eksudat) di hidung yang merupakan hasil komplikasi antara reaksi post vaksinasi ND dengan infeksiMycoplasma gallisepticum.
(Sumber : World Poultry,2006)

Gejala yang muncul sangat tergantung dari jenis vaksin yang diberikan. Jika vaksin yang diberikan mengandung mikroorganisme yang memiliki target organ pernapasan, maka reaksi post vaksinasi yang muncul berupa gangguan pernapasan ringan, seperti ngorok atau mata berair. Namun jika target bukan saluran pernapasan, misalnya bursa Fabricius, layaknya vaksin Gumboro, maka sewajarnya reaksi post vaksinasi yang muncul tidak berupa ngorok.


Lain halnya pada vaksin inaktif, mikroorganisme vaksin akan langsung menuju ke organ limfoid untuk menstimulasi pembentukan titer antibodi. Akibatnya tidak akan ditemukan reaksi post vaksinasi. Atau dengan kata lain, reaksi post vaksinasi secara normal hanya ditemukan setelah pemberian vaksin aktif. Meskipun demikian pada vaksin inaktif, ayam biasanya akan mengalami stres akibat suntikan jika aplikasi dan handlingayam tidak dilakukan dengan tepat.

Reaksi post vaksinasi yang muncul juga bisa menjadi penanda bahwa tubuh merespon keberadaan vaksin melalui pembentukan titer antibodi. Malah jika tidak ditemukan reaksi post vaksinasi, bisa mengindikasikan, vaksin tidak bekerja atau respon tubuh untuk membentuk kekebalan tidak optimal. Kondisi ini bisa disebabkan beberapa faktor diantaranya dosis vaksin kurang, vaksin rusak akibat terkena sinar matahari atau suhu penyimpanan yang tidak sesuai atau titer antibodi saat pelaksanaan vaksinasi masih tinggi sehingga vaksin ternetralisasi.

Reaksi Post Vaksinasi atau Bukan?

Apabila kita perhatikan, gejala ngorok atau leleran hidung yang muncul setelah vaksinasi mirip dengan gejala serangan CRD maupun penyakit pernapasan lainnya? Lalu bagaimana kita membedakannya?


Gejala post vaksinasi secara normal akan muncul dan terdeteksi pada 2-3 hari setelah vaksinasi. Dan pada 5-7 hari post vaksinasi, gejala tersebut akan hilang dengan sendirinya. Kedua hal inilah yang membedakan dengan gejala penyakit.

Antisipasi Agar Reaksi Tidak Berlebihan

Memang reaksi post vaksinasi merupakan gejala yang wajar ditemukan setelah vaksinasi. Namun, gejala ini bisa menjadi bumerang jika pelaksanaan vaksinasi dilakukan pada ayam yang kurang sehat, strain mikroorganisme vaksin yang ganas, dosis berlebih, adanya faktor stres maupun kondisi kandang yang kurang nyaman (kadar amonia tinggi). Kondisi ini akan menyebabkan reaksi post vaksinasi terjadi secara berlebihan. Bahkan bisa menurunkan nafsu makan, menghambat pertumbuhan maupun meningkatkan mortalitas.

Langkah antisipasi perlu kita lakukan untuk mencegah reaksi post vaksinasi yang berlebihan, diantaranya :

Pastikan ayam sehat

Menjadi syarat dilakukannya vaksinasi ialah ayam dalam kondisi sehat. Tujuannya agar tubuh ayam, dalam hal ini organ limfoid, mampu merespon keberadaan vaksin melalui pembentukan titer antibodi yang protektif. Saat vaksin diberikan pada ayam yang sakit atau sedang terjadi outbreak bisa jadi akan memperparah kondisi ayam dan tentu saja titer antibodi yang terbentuk tidak protektif. Selain itu besar kemungkinan akan muncul reaksi post vaksinasi yang berlebihan.


Dosis vaksin tepat dan setiap ayam mendapatkan dosis yang sama

Selayaknya vaksin diberikan dengan dosis sesuai aturan pakai yang tertera pada etiket atau leaflet. Terutama untuk vaksin dengan tingkat reaksi yang tinggi seperti ILT. Hal ini untuk meminimalkan reaksipost vaksinasi yang berlebih.

Selain itu, setiap ayam hendaknya bisa memperoleh dosis yang sama. Kondisi ini akan lebih mudah tercapai apabila vaksinasi dilakukan melalui tetes mata, hidung, mulut dan suntikan. Pada pemberian vaksin melalui air minum perlu sekiranya kita memberikan perhatian lebih pada jumlah tempat minum dan distribusinya maupun kuantitas dan kualitas air yang digunakan melarutkan vaksin.


Penggunaan Soccorex dengan tingkat presisi yang tinggi akan membantu ayam mendapatkan dosis vaksin yang tepat.
(Sumber : Dok.Medion)


Saat tiap ayam memperoleh dosis vaksin aktif yang tidak sama, maka akan memicu munculnya rolling reaction, yaitu reaksi post vaksinasi meningkat dan berlangsung lebih lama. Hal ini terjadi karena secara normal akan terjadi shedding virus vaksin ke lingkungan. Akibatnya ayam yang memperoleh dosis vaksin rendah seakan-akan tervaksinasi ulang sehingga reaksi post vaksinasi meningkat dan berlangsung lebih lama. Hal lain yang juga perlu diperhatikan untuk mencegah rolling reaction ialah melakukan vaksinasi seluruh ayam pada satu flok atau satu kandang secara serentak/bersama-an dalam satu hari.

Aplikasi yang kurang tepat juga akan meningkatkan reaksi post vaksinasi. Contohnya saat aplikasi vaksin melalui spray, maka ukuran partikel cairan vaksin yang terlalu kecil dapat memicu terjadinya reaksi post vaksinasi yang berlebih, terutama pada ayam yang berumur kurang dari 4 minggu.


Kondisi lingkungan yang nyaman

Hal ini terutama terkait dengan sirkulasi udara yang baik dan kadar amonia yang rendah. Seringkali kedua hal inilah yang menjadi pemicu reaksi post vaksinasi menjadi lebih parah dan kadang berakhir dengan terjadinya infeksi penyakit pernapasan. Oleh karena itu, kondisi kandang harus kita optimalkan, baik dari kepadatan kandang, sistem ventilasi maupun jadwal pembersihan feses ayam.


Konsentrasi bibit penyakit dikurangi, terutama Mycoplasma gallisepticum

Keberadaan bibit penyakit, terutama M. gallisepticum dapat memicu reaksi post vaksinasi menjadi lebih parah bahkan mengalami kegagalan, terutama vaksin pernapasan. Infeksi M. gallisepticum ini pun akan memicu infeksi penyakit lainnya, seperti Eschericia coli. Akibatnya reaksi post vaksinasi akan menjadi semakin parah dan titer antibodi tidak akan terbentuk optimal.


Faktor immunosuppressive minimal

Stres, mikotoksin, Gumboro dan Mareks merupakan beberapa faktor immunosuppressive yang dapat menghambat pembentukan titer antibodi dan menyebabkan reaksi post vaksinasi yan berlebihan. Oleh karena itu penting sekiranya untuk meminimalkan atau menghilangkan faktor immunosuppressant saat vaksinasi.


Support dengan vitamin, jika perlu antibiotik

Pemberian vitamin, seperti yang terkandung dalam Fortevit maupun vitamin dan elektrolit dalam Vita Stress akan meningkatkan stamina tubuh ayam dan mampu menekan stres akibat vaksinasi. Harapannya, tubuh mampu merespon pembentukan antibodi secara optimal, sehingga terbentuk titer yang protektif, yang mampu melindungi ayam dari infeksi penyakit.

Jika diperlukan antibiotik, seperti Neo Meditril, Proxan-S, Doxytin, juga dapat diberikan, terutama jika 3-4 hari sebelum vaksinasi muncul gejala serangan penapasan atau infeksi bakterial lainnya. Harapannya dengan pemberian antibiotik ini konsentrasi bibit penyakit dalam tubuh ayam menurun sehingga vaksin mampu menstimulasi pembentukan titer antibodi secara optimal. Pemberian antibiotik inipun bisa dilakukan jika pada 5-7 hari post vaksinasi gejala gangguan pernapasan tidak kunjung hilang.



Reaksi post vaksinasi menjadi sebuah kewajaran, yang menggambarkan bahwa tubuh ayam sedang merespon vaksin dengan membentuk antibodi. Hanya saja perlu sekiranya kita mengantisipasi terjadinya reaksi postvaksinasi yang berlebihan sehingga titer antibodi dapat terbentuk secara optimal (protektif). Sukses untuk kita semua.

(http://info.medion.co.id).

Vaksinasi Korisa



Infectious Coryza (korisa) bukanlah suatu hal yang baru bagi kita semua terutama yang bergerak di bidang industri peternakan. Meskipun korisa tidak menyerang sistem reproduksi, bukan berarti tidak menyebabkan penurunan produksi telur. Penurunan nafsu makan menyebabkan nutrisi yang diperlukan tubuh tidak tercukupi sehingga produksi telur pun terganggu. Bahkan penurunan produksi dapat mencapai 10-40%. Akibat korisa, angka pengafkiran relatif tinggi serta terjadi peningkatan biaya untuk pengobatan. Pada ayam pedaging mengakibatkan pertumbuhan terganggu sehingga bobot badan tidak tercapai. Mencegah korisa pun bisa dibilang gampang-gampang susah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil pemantauan tenaga lapangan Medion tahun 2007-2009, korisa selalu menduduki peringkat pertama pada ayam petelur.

Tabel 1. Ranking penyakit pada ayam petelur tahun 2007-2009



Sumber : Data Technical Service, Medion 2007-2009

Dari data tersebut dapat diketahui bahwa persentase kejadian korisa selalu menurun dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi karena adanya program vaksinasi yang lebih baik dan juga didukung dengan biosecurity maupun manajemen.

Sekilas mengenai korisa, penyakit ini disebabkan oleh bakteri Haemophilus paragallinarum. Bakteri tersebut mudah mati bila di luar tubuh hospes (ayam) serta sensitif terhadap semua desinfektan. Tempat predileksi pada sinus infraorbitalis yang miskin dengan pembuluh darah. Pemberian obat pada kasus yang sudah parah relatif sulit untuk mendapatkan kesembuhan secara tuntas. Selain sifat tersebut, ayam yang sembuh dari serangan penyakit akan tetap membawa bibit penyakit (bersifat carrier/ pembawa). Atas dasar itulah, mengapa vaksinasi korisa menjadi penting guna mencegah kerugian yang lebih besar lagi.





Kebengkakan pada mata akibat korisa yang ditumpangi dengan bakteri E. coli

Namun terkadang beberapa peternak mengeluhkan mengapa ayam sudah divaksinasi korisa namun masih bisa terjadi outbreak. Apakah memang karena vaksin yang digunakan tidak berkualitas? Secara umum kegagalan vaksinasi dapat diartikan bahwa titer antibodi yang terbentuk dari hasil vaksinasi tidak mampu melawan infeksi dari lapangan. Jika dilihat dari kompleksnya faktor penyebab kegagalan vaksinasi, kita haruslah jeli dalam mengevaluasi.

Evaluasi pertama yang harus dilihat adalah kapan outbreak tersebut terjadi? Apabila outbreak terjadi pada < 3 minggu post vaksinasi, hal ini berarti antibodi yang dihasilkan oleh vaksin belum terbentuk secara optimal dan terjadi infeksi dari lapangan. Atau ada kemungkinan pada saat dilakukan vaksinasi, di dalam tubuh ayam sedang terjadi masa inkubasi penyakit. Masa inkubasi penyakit yaitu masa dimana bibit penyakit menginfeksi sampai menimbulkan gejala klinis sehingga ayam seolah-olah sehat namun selang beberapa hari ayam menunjukkan gejala klinis korisa.

Outbreak yang terjadi pada > 3 minggu post vaksinasi, maka kita perlu mengevaluasi faktor penyebab kegagalan tersebut meliputi: Materi, Metode, Mileu/ lingkungan dan Manusia (4M).

1. Materi (Vaksin dan Ayam)

a. Vaksin

Vaksin berkualitas merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan vaksinasi karena berpengaruh langsung terhadap potensi virus vaksin. Produksi Medivac Coryza mengacu pada standar nasional yaitu Farma-kope Obat Hewan Indonesia (FOHI) dan juga standar internasional seperti United State Pharmacopoeia, British Pharmacopoeia dan European Pharmacopoeia. Sebelum dipasarkan, vaksin tersebut harus melalui tahapanquality control (QC), baik uji potensi maupun keamanannya.

Bakteri H. paragallinarum pada Medivac Coryza masih memiliki kapsul yang menyelubungi sel (transparan)

Bakteri H. paragallinarum pada Medivac Coryza setelah diinaktif masih memiliki kapsul yang menyelubungi sel. Tujuannya adalah untuk melindungi sisi antigenik bakteri tetap utuh. Sisi antigenik inilah yang berfungsi untuk menghasilkan kekebalan tubuh pada ayam.

Vaksin korisa merupakan vaksin bakteri sehingga relatif lebih sulit dalam merangsang respon kekebalan yang tinggi. Berbeda dengan vaksin virus yang mampu menstimulasi pembentukan antibodi protektif dengan perlindungan > 80 %, vaksin korisa hanya distandarkan memberikan perlindungan > 70 %.

Dalam mengevaluasi kualitas vaksin perlu diperhatikan pula tanggal kadaluwarsa dan bentuk fisik sediaan vaksin. Vaksin yang baik belum kadaluwarsa, masih tersegel serta tidak ada perubahan bentuk fisik sediaan. Vaksin inaktif bentuk suspensi (Medivac Coryza B/Medivac Coryza T) yang pernah membeku dapat teridentifikasi dengan kecepatan adjuvant mengendap dalam waktu kurang dari 5 menit. Sedangkan pada vaksin inaktif bentuk emulsi relatif sulit dibedakan secara fisik. Vaksin yang sudah kadaluwarsa dan pernah membeku jangan digunakan karena sudah terjadi penurunan bahkan kerusakan potensi vaksin.

Lakukan pencatatan terhadap no. batch vaksin. Setiap batch Medivac selalu terdata di Medion dan jika ada komplain produk vaksin kita bisa dengan mudah melakukan penelusuran.

Vaksin inaktif belum pernah membeku (atas); pernah membeku (bawah)

Vaksin korisa berisikan bakteri yang dimatikan. Vaksin harus selalu terkondisikan pada suhu 2-8° C dan tidak boleh beku selama di gudang penyimpanan maupun transportasi. Terkadang untuk kepraktisan, peternak mengunakan kantong kresek yang diisi dengan sedikit es batu untuk membawa vaksin. Tanpa di sadari, hal ini sedikit banyak akan mempengaruhi suhu vaksin sehingga dapat menyebabkan turunnya potensi vaksin. Distribusi vaksin dari kantor menuju kandang hendaknya menggunakan marina cooler atau styrofoam yang berisikan es batu.




b. Kondisi Ayam

Kondisi ayam akan berpengaruh terhadap kemampuan pembentukan titer antibodi. Hanya ayam yang sehat yang boleh divaksinasi. Untuk itu diperlukan ketelitian dari peternak untuk melakukan pengecekan terhadap kesehatan ayam. Secara sepintas, pemeriksaan kesehatan dapat dilihat dari adanya gangguan pernapasan, pencernaan, syaraf maupun konsumsi pakannya.

Ayam sakit sebaiknya jangan divaksin

Terdapat beberapa faktor immunosupressant yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh yaitu stres dan penyakit seperti CRD, gumboro, mikotoksin, dll yang dapat mempengaruhi keoptimalan dalam pembentukan titer antibodi. immnunosupressant akan mempengaruhi kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon kortikosteroid. Hormon inilah yang akan menghambat kerja organ limfoid (pembentuk kekebalan tubuh) sehingga antibodi yang dihasilkan menjadi tidak optimal.

Apabila ayam dalam kondisi sakit, harus dilakukan pengobatan terlebih dahulu untuk mengurangi derajat keparahannya, kemudian baru divaksin. Guna meningkatkan daya tahan tubuh ayam di berikan multivitamin seperti Vita Stress sebelum dan sesudah vaksinasi.



2. Metode

Kegagalan vaksinasi dapat disebabkan karena aplikasi/teknik vaksinasi yang tidak sesuai dengan petunjuk yang terdapat pada leaflet. Teknik ini terkait dengan persiapan dan penanganan vaksin, proses peningkatan suhu secara bertahap, kualitas alat suntik (Socorex) dan ketepatan jadwal vaksinasi.

Kesalahan penanganan vaksin dapat menyebabkan kerusakan potensi vaksin antara lain :


Penyimpanan vaksin tidak sesuai (tidak pada suhu 2-8° C) atau beku


Terkena sinar matahari langsung


Tercemar bahan-bahan kimia seperti desinfektan, kaporit, detergent


Tercemar logam-logam berat seperti Zn (seng), Pb (timbal) dan Hg (air raksa)


Vaksin inaktif tidak habis dalam waktu 24 jam setelah segel dibuka dan dikeluarkan dari kulkas/marina cooler


Setelah dikeluarkan dari kulkas/ marina cooler dan digunakan, vaksin dimasukkan kembali ke kulkas.

Vaksin inaktif yang baru dikeluarkan dari kulkas tidak boleh langsung disuntikkan ke ayam. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan range suhu antara tubuh ayam dengan suhu vaksin yang cukup jauh sehingga dapat menyebabkan stres. Untuk meningkatkan suhu vaksin maka sebelum digunakan, vaksin harus terlebih dahulu digenggam-genggam dengan telapak tangan.

Vaksin inaktif harus sering dikocok selama pelaksanaan vaksinasi agar bakteri dan adjuvant dapat tercampur secara homogen. Pengocokan yang kurang akan mengakibatkan sebagian ayam hanya mendapatkan adjuvantnya saja dan dengan kata lain ayam tidak mendapatkan 1 dosis vaksin penuh.

Aplikasi vaksin korisa dilakukan dengan cara injeksi subkutan (bawah kulit leher) atau injeksi intramuskuler (otot dada atau otot paha). Metode penyuntikan yang kurang tepat dapat menyebabkan vaksin tidak masuk secara sempurna ke dalam tubuh ayam sehingga mempengaruhi keseragaman dosis vaksin. Keseragaman dosis vaksin akan berpengaruh terhadap keseragaman titer antibodi yang terbentuk.




Teknik penyuntikan yang tepat, injeksi subkutan (atas), injeksi intramuskuler pada paha (bawah)

Vaksinasi dengan cara penyuntikan harus dilakukan secara hati-hati. Bila dilakukan dengan ceroboh mengakibatkan kegagalan dan akan berakibat fatal. Akibat fatal yang mungkin terjadi antara lain ayam menjadi stres sehingga kematian tinggi pasca penyuntikan, leher terpuntir, terjadinya abses (kebengkakan) pada leher atau kelumpuhan kaki.

Alat suntik yang akan dipakai harus bersih dari sisa pemakaian vaksin sebelumnya serta dalam kondisi steril. Pemakaian alat suntik yang tidak steril atau berkarat dapat menyebabkan peradangan pada area bekas penyuntikan.

Peradangan pada daerah bekas injeksi akibat jarum suntik berkarat

Proses sterilisasi alat suntik dapat dilakukan dengan melepaskan spare part/bagian-bagian dari alat suntik, lalu dicuci dengan detergen kemudian direbus selama 30 menit dihitung dari air mulai mendidih. Sedangkan untuk memastikan volume vaksin, terutama setelah ada penggantian spare part, perlu dilakukan proses kalibrasi alat suntik. Kalibrasi secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan metode volumetri yaitu dengan membandingkan volume cairan yang terdapat pada alat suntik dengan tabung ukur. Cara ini cukup praktis dan efisien sehingga keseragaman dosis vaksin yang diterima oleh ayam dapat seragam. Apabila volume yang terdapat pada alat suntik dengan tabung ukur tidak sama maka sebaiknya alat suntik tersebut tidak digunakan untuk vaksinasi. Alat suntik tersebut perlu dilakukan kalibrasi dengan metode gravimetri yang dilakukan oleh instansi tertentu (Medion).

Tabung ukur (kiri); Alat suntik socorex (kanan)

Ketepatan jadwal vaksinasi tidak boleh terlupakan dari bagian evaluasi ini. Vaksinasi yang terlalu sering maupun terlambat sama-sama memiliki resiko. Vaksinasi yang terlalu sering dapat menyebabkan stres pada ayam. Vaksinasi yang terlambat, dikhawatirkan ketika ada serangan dari lapangan, tubuh belum memiliki antibodi yang mampu menangkalnya. Alhasil, outbreak pun tak dapat terelakkan. Sebagai panduan umum vaksinasi korisa pada ayam petelur di berikan pada umur 6-8 minggu dan diulang pada umur 16-18 minggu. Sedangkan pada ayam pedaging diberikan pada umur 1-2 minggu. Namun jadwal vaksinasi tersebut juga disesuaikan dengan umur rawan serangan korisa. Vaksinasi hendaknya dilakukan minimal pada 3 minggu sebelum terjadinya outbreak berdasarkan sejarah kasus sebelumnya. Hal ini didasarkan pada waktu yang diperlukan oleh vaksin inaktif untuk membentuk titer antibodi protektif




3. Mileu

Mileu merupakan segala sesuatu yang terkait antara lingkungan dengan peternakan. Meskipun program vaksinasi yang diberikan sudah tepat, namun bila jumlah bibit penyakit yang ada di lapangan tinggi maka tidak menutup kemungkinan titer antibodi yang terbentuk tidak mampu menahan serangan.

Penumpukan feses di bawah kandang

Hal-hal yang dapat memicu tingginya bibit penyakit di lapangan antara lain :


Penumpukan feses di kandang


Tempat pakan dan minum yang jarang dibersihkan


Penyemprotan kandang yang tidak intensif


Tidak dilakukan penyemprotan terhadap orang-orang yang akan masuk kandang


Lalu lintas orang/kendaraan yang keluar masuk kandang tidak terkontrol


Hewan liar/serangga/rodentia yang berperan dalam menularkan bibit penyakit tidak terkendali


Pemeliharaan serta managemen yang semrawut antara ayam dewasa dengan ayam kecil


Tidak menerapkan sistem “all in all out” terutama pada ayam petelur

Kita harus menyadari bahwa vaksinasi bukanlah satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya penyakit. Sebagai pendukung keberhasilan vaksinasi, diperlukan pula serangkaian langkah untuk meminimalkan jumlah bibit penyakit yang ada di lapangan melalui sanitasi, desinfeksi serta biosecurity. Sehebat-hebatnya vaksin jika tanpa didukung dengan upaya tersebut maka hasilnya akan sia-sia.

Desinfeksi alas kaki sebelum masuk kandang untuk meminimalkan jumlah bibit penyakit


4. Manusia

Semua orang yang terkait dengan peternakan tersebut memiliki andil yang besar dalam mencegah terjadinya outbreak penyakit. Rendahnya pengetahuan dan kemampuan terutama dalam penanganan dan aplikasi vaksin merupakan titik awal dari berhasil atau tidaknya vaksinasi. Dengan demikian skill dan pengetahuan peternak maupun karyawan perlu ditingkatkan.

Pendidikan dan Pelatihan peternak, PT Medion


Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan salah satunya dengan mengikuti kegiatan seminar, pendidikan dan pelatihan yang diadakan oleh instansi-instansi terkait. Pelatihan dan pembinaan juga dapat dilakukan secara langsung di lapangan.



Bagaimana jika terjadi outbreak korisa ?

Jangan hanya terlena dengan evaluasi, tindakan harus segera diambil guna mengantisipasi penyebaran yang lebih luas dan menekan keparahan penyakit. Langkah yang harus diambil adalah :


Segera lakukan pemisahan/isolasi terhadap ayam yang sudah terlihat parah. Hal ini untuk meminimalisir penularan terutama dari lendir yang dikelurkan oleh ayam sakit


Pemberian antibiotik spektrum luas serta memiliki daya serap tinggi ke jaringan seperti Proxan-C, Trimezyn-S,Neo Meditril atau Therapy. Jika kondisi ayam sudah parah dimana terjadi kebengkakan mata, maka pemberian obat yang paling efektif melalui injeksi. Antibiotik yang bisa diberikan Vet Strep, Gentamin, Medoxy-LA atau Neo Meditril-I


Desinfeksi kandang dan tempat minum secara rutin sehari sekali. Lendir yang keluar dari hidung dan bercampur dengan air minum menjadi sumber penularan utama. Dengan demikian, perlu dilakukan desinfeksi air minum dengan Desinsep, Antisep atau Neo Antisep. Namun apabila sedang ada pengobatan via air minum, sebaiknya desinfeksi air minum dilakukan malam hari atau diendapkan terlebih dahulu minimal selama 12 jam.


Pemberian multivitamin seperti Fortevit, Aminovit atau Vita Stress untuk membantu meningkatkan stamina serta mempercepat proses kesembuhan


Jika perlu, pertimbangkan revaksinasi dengan menggunakan Medivac Coryza B/Medivac Coryza T suspensiondengan dosis 0,5 ml tiap ekor

Medivac Coryza T Suspension (kiri) dan Medivac Coryza B (kanan)

Mengevaluasi kegagalan vaksinasi harus dilakukan secara cermat sehingga akan ditemukan akar permasalahannya serta dijadikan pembelajaran untuk ke depannya. Mengambil hikmah dari setiap kejadian merupakan hal terbaik untuk proses perbaikan. Demikian, semoga bermanfaat dan sukses selalu.

(http://info.medion.co.id).

Thursday, June 11, 2015

Bahaya dan Pengendalian Lalat

Di sebuah peternakan, seperti telah menjadi sebuah tradisi, suatu saat bahkan setiap saat dapat ditemukan sekawanan lalat, terlebih lagi saat musim penghujan. Kadang kala keberadaan lalat diabaikan oleh peternak, namun suatu saat adanya lalat ini membuat peternak pusing dan kebingungan mengusir maupun mengatasinya. Bahkan belakangan ini, keberadaan lalat telah berhasil memberikan “kesan dan pesan” tersendiri.

Lalat sejenis serangga yang selalu dan sering kali kita temukan berterbangan di dalam kandang. Kita telah tahu bahwa lalat bukan penyebab penyakit pada ayam karena tidak ada “penyakit lalat” (seperti penyakit Gumboro yang disebabkan oleh virus Gumboro). Oleh karenanya kita sering mengabaikan keberadaan lalat ini. Tapi, benarkan lalat tidak perlu memperoleh “hati’ kita (peternak, red.)? Sudah benarkah kita mengabaikannya?


Mengenal Lalat


Lalat termasuk dalam kelompok serangga yang berasal dari subordo Cyclorrapha dan ordo Diptera. Secara morfologi, lalat mempunyai struktur tubuh berbulu, mempunyai antena yang berukuran pendek dan mempunyai sepasang sayap asli serta sepasang sayap kecil (berfungsi menjaga kestabilan saat terbang). Lalat mampu terbang sejauh 32 km dari tempat perkembangbiakannya. Meskipun demikian, biasanya lalat hanya terbang 1,6-3,2 km dari tempat tumbuh dan berkembangnya lalat.

Lalat juga dilengkapi dengan sistem penglihatan yang sangat canggih, yaitu adanya mata majemuk. Sistem penglihatan lalat ini terdiri dari ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Bahkan ada beberapa jenis lalat yang memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat. Model penglihatan lalat ini juga menjadi “ilham” bagi ilmuwan kedokteran untuk menciptakan sebuah alat pencitraan (scan) baru.

Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau dari sisi ini, mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia. Pada saat yang sama, mata lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kita. Perangkat ini memudahkan lalat untuk menghindar dari musuhnya, terutama di lingkungan gelap.


Visualisasi seekor lalat

Beberapa jenis lalat dapat menyerang suatu peternakan. Namun 95% jenis lalat yang sering ditemukan dipeternakan ialah lalat rumah (Musca domestica) dan little house fly (Fanny canicularis). Jenis lalat lainnya seperti lalat buah (Lucilia sp.), lalat sampah berwana hitam (Ophyra aenescens) maupun lalat pejuang (soldier flies) juga sering mengganggu lingkungan peternakan.



Siklus Hidup Lalat


Siklus hidup semua lalat terdiri dari 4 tahapan, yaitu telur, larva, pupa dan lalat dewasa. Lalat dewasa akan menghasilkan telur berwarna putih dan berbentuk oval. Telur ini lalu berkembang menjadi larva (berwarna coklat keputihan) di feses yang lembab (basah). Setelah larva menjadi dewasa, larva ini keluar dari feses atau lokasi yang lembab menuju daerah yang relatif kering untuk berkembang menjadi pupa. Dan akhirnya, pupa yang berwarna coklat ini berubah menjadi seekor lalat dewasa. Pada kondisi yang optimal (cocok untuk perkembangbiakan lalat), 1 siklus hidup lalat tersebut (telur menjadi lalat dewasa) hanya memerlukan waktu sekitar 7-10 hari dan biasanya lalat dewasa memiliki usia hidup selama 15-25 hari.


Siklus hidup lalat
Dalam waktu 3-4 hari, seekor lalat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 500 butir. Dengan kemampuan bertelur ini, maka dapat diprediksikan dalam waktu 3-4 bulan, sepasang lalat dapat beranak-pinak menjadi 191,01 x 1018 ekor (dengan asumsi semua lalat hidup). Bisa kita bayangkan, dengan kemampuan berkembang biak lalat tersebut dapat memberikan ancaman tersendiri.


Keberadaan Lalat, Berbahaya?

Pernahkah kita mendengar ada penyakit lalat, seperti halnya penyakit Newcastle disease (ND) yang menyerang ayam? Tentu belum pernah. Lalat sebenarnya bukan suatu agen infeksi melainkan peranannya lebih cenderung sebagai vektor atau agen pembawa atau penular penyakit. Peranan lalat menularkan penyakit ini didukung dari bentuk anatomi tubuhnya yang banyak terdapat bulu sehingga bibit penyakit (virus, bakteri, protozoa) melekat dan tersebar ke ternak/hewan lain. Selain itu, lalat juga mempunyai cara makan yang unik, yaitu lalat meludahi makanannya terlebih dahulu sampai makanan tersebut cair baru disedot ke dalam perutnya. Cara makan inilah yang ikut disinyalir sebagai cara bibit penyakit masuk ke dalam tubuh lalat kemudian menulari/menginfeksi ayam. Terlebih lagi kita tahu dan tak jarang menemukan lalat sedang hinggap di ransum ayam.

Dari beberapa literatur juga disebutkan setiap kali lalat hinggap disuatu tempat, maka + 125.000 bibit penyakit dijatuhkan pada lokasi tersebut (wikimedia, 2007). Sungguh mengerikan! Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD (2005) peneliti di fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyatakan jika seekor lalat yang memiliki berat 20 mg mampu membawa bibit penyakit (virus) sebanyak 10% dari berat badannya, yaitu 2 mg maka lalat tersebut dapat menulari 2.000 ekor ayam. Hal ini disebabkan setiap 1 gram virus dapat menginfeksi satu juta ekor ayam.

Prof. Drh. Hastari Wuryastuty, M.Sc, PhD bersama dengan suaminya, yaitu Prof. Drh. R Wasito, M.Sc, PhD seorang ahli penyakit hewan di fakultas yang sama telah melakukan penelitian peranan lalat terhadap penularan penyakit avian influenza (AI). Dari sampel lalat beku yang telah dikumpulkannya, diperoleh data bahwa lalat yang berasal dari Makasar dan Karanganyar telah dinyatakan positif mengandung virus AI. Penelitian tersebut saat ini masih berlanjut, untuk mengetahui secara pasti pada posisi manakah peranan lalat tersebut dalam penularan AI. Apakah lalat berperan sebagai vektor mekanik atau vektor biologik? Kita tunggu hasil penelitian berikutnya.

Larva dan lalat dewasa juga menjadi hospes intermediet atau inang perantara bagi infeksi cacing pita (Raillietina tetragona dan R. cesticillus) pada ayam. Larva dan lalat dewasa sering kali termakan oleh ayam sehingga ayam dapat terserang cacing pita tersebut. Selain itu, lalat juga berperan sebagai vektor mekanik bagi cacing gilik (Ascaridia galli) maupun bakteri. Lalat yang hinggap di feses atau litter yang telah tercemar bakteri kolera maka lalat tersebut sudah berpotensi menyebarkan kolera pada ayam lainnya.


Larva lalat yang berkembang pada feses yang lembab berpotensi menularkan beberapa bibit penyakit

Selain penyakit, keberadaan lalat juga menjadi penyebab keretakan keharmonisan hubungan sosial antara peternak dengan warga di sekitar lokasi peternakan. Bukan suatu keniscayaan, keberadaan lalat ini menjadi penyebab ditutupnya suatu peternakan. Lalat yang berkembang di peternakan dapat bermigrasi ke arah perkampungan warga dan warga atau masyarakat langsung melayangkan tuduhan bahwa peternakan ayam lah yang menjadi sumber munculnya lalat tersebut.

Bagaimana Pengendalian Lalat ?

Setelah mengetahui akibat berkembangnya lalat di peternakan kita, sudah merupakan suatu kebutuhan bahwa kita harus bisa mengendalikan lalat tersebut. Sudah barang tentu, pengendalian lalat ini membutuhkan teknik yang tepat. Jika tidak, bukan tidak mungkin gara-gara lalat ini kita akan mengalami kerugian yang besar bahkan ditutupnya usaha kita.

Lalat tergolong salah satu insect atau serangga yang “bandel”. Keberadaannya di kandang sangat mudah ditemui, terlebih lagi saat musim penghujan. Beberapa hal yang menjadikan lalat bandel, ialah :

-Mobilitas lalat sangat tinggi karena dilengkapi dengan sepasang sayap sejati (asli) dan sepasang sayap kecil (yang menstabilkan terbang lalat)


-Lalat mempunyai sistem penglihatan yang sangat baik, yaitu mata majemuk yang tersusun atas lensa optik yang sangat banyak sehingga lalat mempunyai sudut pandang yang lebar. Kepekaan penglihatan lalat ini 6 x lebih besar dibandingkan manusia. Selain itu, lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spetrum cahaya yang tak terlihat oleh manusia. Dengan dua kemampuan ini (mobilitas dan penglihatan), lalat dapat dengan mudah mengubah arah geraknya seketika saat ada bahaya yang mengancam dirinya.


-Lalat mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat dan dalam jumlah yang banyak. Terlebih lagi jika kondisi lingkungan cocok bagi perkembangbiakan lalat.

Melihat ketiga kemampuan lalat tersebut, maka diperlukan teknik khusus untuk mengatasi atau membasmi lalat. Langkah pengendalian lalat pun harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh) dan terintegrasi. Langkah pengendalian lalat secara garis besar ialah kontrol manajemen, biologi, mekanik dan kimia.

Kontrol manajemen

Penanganan feses dengan baik sehingga feses tetap kering merupakan teknik pengendalian lalat yang paling efektif. Kita tahu, feses yang lembab menjadi tempat perkembangbiakan lalat yang sangat baik (termasuk tempat perkembangbiakan bibit penyakit). Dalam 0,45 kg feses yang lembab dapat dijadikan tempat berkembang biak (melangsungkan siklus hidup) 1.000 ekor lalat. Feses yang baru dikeluarkan oleh ayam yang memiliki kadar air sebesar 75-80% merupakan kondisi ideal bagi perkembangbiakan lalat. Feses ini harus segera diturunkan kadar airnya menjadi 30% atau kurang untuk mencegah perkembangbiakan lalat.


Lakukan pembersihan feses minimal 1 x seminggu sehingga dapat memutus siklus perkembangbiakan lalat. Hal ini berdasarkan periode waktu lalat bertelur, yaitu setiap minggu (4-7 hari)


Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghambat perkembangbiakan lalat ialah :

-Membersihkan feses minimal setiap minggu sekali. Hal ini berdasarkan lama siklus hidup lalat, dimana lalat bertelur setiap seminggu sekali

-Berikan ransum dengan kandungan zat nutrisi yang sesuai, terutama kandungan protein kasar dan garam. Ransum dengan kandungan protein kasar dan garam yang tinggi dapat memicu ayam minum banyak sehingga feses menjadi encer (basah)

-Jika perlu tambahkan batu kapur maupun abu pada litter sehingga dapat membantu mengembalikan kemampuan tanah menyerap air


Hati-hati saat penggantian atau pengisian tempat minum. Jangan sampai air minum tumpah. Selain itu perhatikan kondisi tempat minum atau paralon dan segera perbaiki kondisi genting yang bocor

Jika feses akan disimpan, keringkan feses terlebih dahulu (kadar air < 30%) dengan cara dijemur diterik matahari (jika memungkinkan). Feses yang disimpan dalam kondisi lembab bisa mempercepat perkembangbiakan larva lalat

Perhatikan sistem sirkulasi udara (ventilasi). Kondisi ventilasi kandang yang baik dapat mempercepat proses pengeringan feses


Lakukan perbaikan pada atap yang bocor

Pastikan intalasi saluran pembuangan air berfungsi baik, jangan biarkan air mengendap

Selain menjaga feses tetap kering, melakukan sanitasi kandang dengan baik juga menjadi langkah tepat untuk mengendalikan perkembangbiakan lalat. Langkah sanitasi yang dapat dilakukan yaitu :
Segera buang atau singkirkan bangkai ayam mati maupun telur yang pecah


Segera singkirkan atau jauhkan bangkai (ayam mati) dari kandang

Bersihkan ransum dan feses yang tumpah segera, terlebih lagi jika kondisinya basah
Bersihkan kandang dan peralatan kandang secara rutin kemudian semprot dengan desinfektan sepertiAntisep, Neo Antisep atau Medisep

Kontrol biologi

Terdengar asing ditelinga kita dengan istilah ini. Memang, karena teknik ini relatif jarang diaplikasikan peternak. Meskipun demikian, teknik ini terbukti ampuh dalam mengendalikan populasi lalat. Terbukti, dari sepasang lalat dalam waktu 3-4 hari tidak bisa menghasilkan lalat sebanyak 191,01 x 1018 ekor karena secara alami larva lalat telah dibasmi oleh “lawan” lalat. Selain itu, penggunaan teknik ini akan menjaga keseimbangan ekosistem kandang.

Parasit lalat biasanya membunuh lalat pada saat fase larva dan pupa. Spalangia nigroaenea merupakan sejenis tawon (lebah penyengat) yang menjadi parasit bagi pupa lalat. Mekanismenya ialah tawon dewasa bertelur pada pupa lalat, yaitu dibagian puparium (selubung pupa) dan perkembangan dari telur tawon memangsa pupa lalat (pupa lalat mati). Selain tawon, tungau (Macrochelis muscaedomesticae danFuscuropoda vegetans) dan kumbang (Carnicops pumilio, Gnathoncus nanus) juga merupakan “lawan” lalat.

Aplikasi dari teknik pengendalian lalat ini memerlukan suatu menajemen yang relatif sulit. Siklus hidup hewan pemangsa lalat tersebut juga relatif lebih lama. Selain itu, hewan pemangsa lalat ini dapat juga menjadi agen penularan penyakit. Meskipun demikian, keseimbangan ekosistem akan tetap terjaga, terlebih lagi keberadaan lalat di kandang juga membantu dalam proses dekomposisi (penguraian) feses atau sampah organik lainnya sehingga baik jika digunakan sebagai pupuk kompos.

Kontrol mekanik

Teknik pengendalian lalat ini relatif banyak diaplikasikan oleh masyarakat pada umumnya. Di pasaran, juga telah banyak dijual perangkat alat untuk membasmi lalat, biasanya disebut sebagai perangkap lalat. Perangkap tersebut bekerja secara elektrikal (aliran arus listrik) dan dilengkapi dengan bahan yang dapat menarik perhatian lalat untuk mendekat. Perangkap lalat seringkali diletakkan di tengah kandang. Di tempat penyimpanan telur sebaiknya juga diletakkan perangkap lalat ini.

Lalat tidak akan bergerak atau terbang melawan arus atau arah angin. Oleh karenanya tempatkan fan atau kipas angin dengan arah aliran angin keluar kandang atau ke arah pintu kandang. Penggunaan plastik yang berisi air (biasanya di warung makan) juga bisa digunakan untuk mengusir lalat meskipun mekanisme kerjanya belum diketahui. Teknik pengendalian lalat ini (kontrol mekanik) relatif kurang efektif untuk diaplikasikan ji-ka populasi lalat banyak.

Kontrol kimiawi

Teknik pengendalian lalat ini, seringkali menjadi andalan bagi peternak. Sedikit terlihat adanya peningkatan populasi lalat, peternak segera memberikan obat lalat. Namun, saat populasi lalat tidak menurun meski telah diberikan obat lalat, maka peternak akan langsung memberikan klaim maupun komplain ke produsen obat lalat tersebut. Kasus ini relatif sering terjadi. Lalu bagian manakah yang kurang tepat?

Point dasar yang perlu kita pahami bersama, bahwa pemberian obat lalat (kontrol kimiawi) bukan merupakan inti dari teknik pengendalian lalat, melainkan menjadi penyempurna dari teknik pengendalian lalat melalui teknik sanitasi dan desinfeksi kandang (teknik manajemen). Oleh karenanya, kita tidak bisa menggantungkan pembasmian lalat hanya dari pemberian obat lalat dan teknik pemberian obat lalat juga harus dilakukan dengan tepat.

Dari data yang kami peroleh, obat pembasmi lalat yang beredar di lapangan (Indonesia) dapat diklasifikasikan (berdasarkan kerja obat lalat pada tahapan siklus hidup lalat) menjadi 2 kelompok, yaitu obat lalat yang bekerja membunuh larva lalat dan membasmi lalat dewasa. Agar daya kerja obat lalat bisa optimal, maka pemilihan jenis obat harus disesuaikan dengan tahapan siklus hidup lalatnya. Jika tidak maka daya kerja obat tidak akan optimal. Cyromazine merupakan zat aktif yang digunakan untuk membunuh larva lalat sedangkan azamethipos dan cypermethrin merupakan zat aktif yang bekerja membunuh lalat dewasa. Penggunaan cyromazine untuk membasmi lalat dewasa tidak akan memberikan hasil yang optimal (lalat dewasa tidak bisa mati) dan begitu juga sebaliknya (pemberian cypermethrin tidak akan bisa membunuh larva lalat).

Perlu kita sadari bersama, keberadaan lalat di dalam kandang seperti fenomena gunung es. Lalat yang berkeliaran dan berterbangan di dalam kandang hanya 20% sedangkan lalat yang “tersembunyi” (telur, larva dan pupa) sesungguhnya jauh lebih banyak, yaitu 80%. Selain itu, pembasmian lalat dewasa akan menjadi lebih sulit karena mobilitas lalat yang tinggi dan kemampuan lalat untuk menghindar (mata majemuk). Oleh karena itu, pengendalian lalat sejak dini, yaitu saat stadium larva menjadi sebuah langkah teknik aplikatif yang bagus dalam membasmi keberadaan lalat.


Larvatox, mematikan lalat saat stadium larva sehingga pupa dan lalat tidak akan terbentuk


Untuk mendukung hal itu, Medion telah me-launching sebuah produk dengan kandungan zat aktif (cyromazine) yang ampuh dan efektif untuk membunuh larva lalat, yaitu Larvatox. Aplikasi Larvatox juga mudah, yaitu dicampur dalam ransum.

Percobaan potensi dan keamanan Larvatox telah dilakukan oleh intern Medion maupun bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM).



Grafik 1-4 tersebut menunjukkan bahwa pemberian Larvatox ampuh membasmi larva lalat (sehingga lalat tidak dapat terbentuk) tanpa menyebabkan gangguan produksi (tidak menurunkan produksi telur). Selain itu, pemberian Larvatox juga dapat membuat feses lebih kering (bisa membentuk “gunung”).

Campurkan 100 gram Larvatox dengan 5 kg ransum secara bertahap, kemudian campurkan dengan 1 ton ransum sampai homogen. Larvatox diberikan selama 4-6 minggu berturut-turut kemudian dihentikan selama 4-8 minggu dan gunakan kembali jika lalat terlihat mulai berkembang biak. Teknik pemberian Larvatox tersebut dimaksudkan untuk memutuskan siklus hidup lalat secara tuntas. Hal yang perlu diperhatikan ialah jangan menghentikan pemberian Larvatox sebelum 4-6 minggu meskipun populasi lalat telah berkurang karena kita tahu fenomena gunung es dari lalat (lalat yang nampak hanya 20% dari populasi lalat sesungguhnya). Selain itu, jangan mengurangi dosis Larvatox karena bisa mengakibatkan potensi obat tidak optimal dan dapat memicu resistensi obat.

Pengendalian lalat telah menjadi suatu keharusan. Terlebih lagi jika kita sudah mengerti tentang akibat yang ditimbulkannya, termasuk kemungkinan penutupan usaha kita. Agar lalat bisa terbasmi dengan baik, maka teknik pengendaliannya harus dilakukan secara sinergis dan komprehensif, yaitu menerapkan manajemen dengan baik (terutama penanganan feses) sekaligus melaksanakan kontrol kimiawi (dan atau kontrol biologi dan mekanik) secara tepat. Akhirnya, lalat pun terbasmi.
(http://info.medion.co.id).