Ayam ras petelur termasuk salah satu jenis unggas yang memiliki nilai komersial yang tinggi. Ayam ras petelur khusus dibudidayakan untuk produksi telur. Untuk mernenuhi kebutuhan konsumen, ayam yang diternakkan harus berkualitas tinggi dengan kuantitas tetap dan berkesinambungan. Hal ini hanya akan terpenuhi jika ayam yang dipelihara berasal dari bibit unggul, diberi pakan yang cukup dan kandang yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Wednesday, June 17, 2015

Reaksi Post Vaksinasi

Vaksinasi merupakan upaya menstimulasi pembentukan titer antibodi yang protektif (mampu melindungi ayam dari serangan penyakit, red). Caranya dengan “memasukkan” sejumlah mikroorganisme, baik virus atau bakteri yang telah dilemahkan atau dimatikan (yang lebih kita kenal sebagai vaksin) dengan dosis yang terukur.

Aplikasi vaksinasi ini dibedakan berdasarkan sediaan vaksin. Vaksin inaktif yang biasanya berbentuk suspensi atau emulsi diberikan dengan cara suntikan subkutan (leher) maupun intramuskuler (dada, paha). Sedangkan untuk vaksin aktif, yang berisi mikroorganisme hidup yang dilemahkan, biasanya diberikan melalui air minum, cekok, tetes mata, tetes hidung, spray dan juga suntikan. Jika diaplikasikan secara tepat vaksin akan mampu menstimulasi pembentukan titer antibodi secara protektif (melindungi) dalam waktu 2-3 minggu pada vaksin aktif atau 3-4 minggu pada vaksin inaktif.

Adakalanya ditemukan gejala ngorok setelah pemberian vaksin pernapasan, seperti ND atau IB. Hal ini tentu akan menimbulkan pertanyaan dalam diri kita, apakah vaksinasi yang diberikan menyebabkan outbreak? Atau mungkin terjadi infeksi sekunder oleh Mycoplasma gallisepticum? Ataukah malah gejala itu merupakan gejala normal?


Wajar, Reaksi Vaksinasi Muncul

Setelah “diinfeksikan” ke dalam tubuh ayam, vaksin akan langsung bekerja menggertak sistem kekebalan tubuh ayam untuk memproduksi titer antibodi. Mekanismenya pun berbeda antara vaksin aktif dan inaktif. Saat vaksin aktif berada dalam tubuh, virus vaksin akan bermultiplikasi (memperbanyak diri) terlebih dahulu sebelum menuju ke organ limfoid. Nah, pada saat proses multiplikasi inilah biasanya akan muncul reaksi post vaksinasi.



Leleran (eksudat) di hidung yang merupakan hasil komplikasi antara reaksi post vaksinasi ND dengan infeksiMycoplasma gallisepticum.
(Sumber : World Poultry,2006)

Gejala yang muncul sangat tergantung dari jenis vaksin yang diberikan. Jika vaksin yang diberikan mengandung mikroorganisme yang memiliki target organ pernapasan, maka reaksi post vaksinasi yang muncul berupa gangguan pernapasan ringan, seperti ngorok atau mata berair. Namun jika target bukan saluran pernapasan, misalnya bursa Fabricius, layaknya vaksin Gumboro, maka sewajarnya reaksi post vaksinasi yang muncul tidak berupa ngorok.


Lain halnya pada vaksin inaktif, mikroorganisme vaksin akan langsung menuju ke organ limfoid untuk menstimulasi pembentukan titer antibodi. Akibatnya tidak akan ditemukan reaksi post vaksinasi. Atau dengan kata lain, reaksi post vaksinasi secara normal hanya ditemukan setelah pemberian vaksin aktif. Meskipun demikian pada vaksin inaktif, ayam biasanya akan mengalami stres akibat suntikan jika aplikasi dan handlingayam tidak dilakukan dengan tepat.

Reaksi post vaksinasi yang muncul juga bisa menjadi penanda bahwa tubuh merespon keberadaan vaksin melalui pembentukan titer antibodi. Malah jika tidak ditemukan reaksi post vaksinasi, bisa mengindikasikan, vaksin tidak bekerja atau respon tubuh untuk membentuk kekebalan tidak optimal. Kondisi ini bisa disebabkan beberapa faktor diantaranya dosis vaksin kurang, vaksin rusak akibat terkena sinar matahari atau suhu penyimpanan yang tidak sesuai atau titer antibodi saat pelaksanaan vaksinasi masih tinggi sehingga vaksin ternetralisasi.

Reaksi Post Vaksinasi atau Bukan?

Apabila kita perhatikan, gejala ngorok atau leleran hidung yang muncul setelah vaksinasi mirip dengan gejala serangan CRD maupun penyakit pernapasan lainnya? Lalu bagaimana kita membedakannya?


Gejala post vaksinasi secara normal akan muncul dan terdeteksi pada 2-3 hari setelah vaksinasi. Dan pada 5-7 hari post vaksinasi, gejala tersebut akan hilang dengan sendirinya. Kedua hal inilah yang membedakan dengan gejala penyakit.

Antisipasi Agar Reaksi Tidak Berlebihan

Memang reaksi post vaksinasi merupakan gejala yang wajar ditemukan setelah vaksinasi. Namun, gejala ini bisa menjadi bumerang jika pelaksanaan vaksinasi dilakukan pada ayam yang kurang sehat, strain mikroorganisme vaksin yang ganas, dosis berlebih, adanya faktor stres maupun kondisi kandang yang kurang nyaman (kadar amonia tinggi). Kondisi ini akan menyebabkan reaksi post vaksinasi terjadi secara berlebihan. Bahkan bisa menurunkan nafsu makan, menghambat pertumbuhan maupun meningkatkan mortalitas.

Langkah antisipasi perlu kita lakukan untuk mencegah reaksi post vaksinasi yang berlebihan, diantaranya :

Pastikan ayam sehat

Menjadi syarat dilakukannya vaksinasi ialah ayam dalam kondisi sehat. Tujuannya agar tubuh ayam, dalam hal ini organ limfoid, mampu merespon keberadaan vaksin melalui pembentukan titer antibodi yang protektif. Saat vaksin diberikan pada ayam yang sakit atau sedang terjadi outbreak bisa jadi akan memperparah kondisi ayam dan tentu saja titer antibodi yang terbentuk tidak protektif. Selain itu besar kemungkinan akan muncul reaksi post vaksinasi yang berlebihan.


Dosis vaksin tepat dan setiap ayam mendapatkan dosis yang sama

Selayaknya vaksin diberikan dengan dosis sesuai aturan pakai yang tertera pada etiket atau leaflet. Terutama untuk vaksin dengan tingkat reaksi yang tinggi seperti ILT. Hal ini untuk meminimalkan reaksipost vaksinasi yang berlebih.

Selain itu, setiap ayam hendaknya bisa memperoleh dosis yang sama. Kondisi ini akan lebih mudah tercapai apabila vaksinasi dilakukan melalui tetes mata, hidung, mulut dan suntikan. Pada pemberian vaksin melalui air minum perlu sekiranya kita memberikan perhatian lebih pada jumlah tempat minum dan distribusinya maupun kuantitas dan kualitas air yang digunakan melarutkan vaksin.


Penggunaan Soccorex dengan tingkat presisi yang tinggi akan membantu ayam mendapatkan dosis vaksin yang tepat.
(Sumber : Dok.Medion)


Saat tiap ayam memperoleh dosis vaksin aktif yang tidak sama, maka akan memicu munculnya rolling reaction, yaitu reaksi post vaksinasi meningkat dan berlangsung lebih lama. Hal ini terjadi karena secara normal akan terjadi shedding virus vaksin ke lingkungan. Akibatnya ayam yang memperoleh dosis vaksin rendah seakan-akan tervaksinasi ulang sehingga reaksi post vaksinasi meningkat dan berlangsung lebih lama. Hal lain yang juga perlu diperhatikan untuk mencegah rolling reaction ialah melakukan vaksinasi seluruh ayam pada satu flok atau satu kandang secara serentak/bersama-an dalam satu hari.

Aplikasi yang kurang tepat juga akan meningkatkan reaksi post vaksinasi. Contohnya saat aplikasi vaksin melalui spray, maka ukuran partikel cairan vaksin yang terlalu kecil dapat memicu terjadinya reaksi post vaksinasi yang berlebih, terutama pada ayam yang berumur kurang dari 4 minggu.


Kondisi lingkungan yang nyaman

Hal ini terutama terkait dengan sirkulasi udara yang baik dan kadar amonia yang rendah. Seringkali kedua hal inilah yang menjadi pemicu reaksi post vaksinasi menjadi lebih parah dan kadang berakhir dengan terjadinya infeksi penyakit pernapasan. Oleh karena itu, kondisi kandang harus kita optimalkan, baik dari kepadatan kandang, sistem ventilasi maupun jadwal pembersihan feses ayam.


Konsentrasi bibit penyakit dikurangi, terutama Mycoplasma gallisepticum

Keberadaan bibit penyakit, terutama M. gallisepticum dapat memicu reaksi post vaksinasi menjadi lebih parah bahkan mengalami kegagalan, terutama vaksin pernapasan. Infeksi M. gallisepticum ini pun akan memicu infeksi penyakit lainnya, seperti Eschericia coli. Akibatnya reaksi post vaksinasi akan menjadi semakin parah dan titer antibodi tidak akan terbentuk optimal.


Faktor immunosuppressive minimal

Stres, mikotoksin, Gumboro dan Mareks merupakan beberapa faktor immunosuppressive yang dapat menghambat pembentukan titer antibodi dan menyebabkan reaksi post vaksinasi yan berlebihan. Oleh karena itu penting sekiranya untuk meminimalkan atau menghilangkan faktor immunosuppressant saat vaksinasi.


Support dengan vitamin, jika perlu antibiotik

Pemberian vitamin, seperti yang terkandung dalam Fortevit maupun vitamin dan elektrolit dalam Vita Stress akan meningkatkan stamina tubuh ayam dan mampu menekan stres akibat vaksinasi. Harapannya, tubuh mampu merespon pembentukan antibodi secara optimal, sehingga terbentuk titer yang protektif, yang mampu melindungi ayam dari infeksi penyakit.

Jika diperlukan antibiotik, seperti Neo Meditril, Proxan-S, Doxytin, juga dapat diberikan, terutama jika 3-4 hari sebelum vaksinasi muncul gejala serangan penapasan atau infeksi bakterial lainnya. Harapannya dengan pemberian antibiotik ini konsentrasi bibit penyakit dalam tubuh ayam menurun sehingga vaksin mampu menstimulasi pembentukan titer antibodi secara optimal. Pemberian antibiotik inipun bisa dilakukan jika pada 5-7 hari post vaksinasi gejala gangguan pernapasan tidak kunjung hilang.



Reaksi post vaksinasi menjadi sebuah kewajaran, yang menggambarkan bahwa tubuh ayam sedang merespon vaksin dengan membentuk antibodi. Hanya saja perlu sekiranya kita mengantisipasi terjadinya reaksi postvaksinasi yang berlebihan sehingga titer antibodi dapat terbentuk secara optimal (protektif). Sukses untuk kita semua.

(http://info.medion.co.id).

No comments:

Post a Comment

Terimakasih telah berpartisipasi dalam blog ini
Admin